Sabtu, 28 Mei 2011

GLOBALISASI MAKIN LAYU & KORPORATOKRASI


Nama             : Siti Pridasioni Hartini                     Tugas             : Resume 

GLOBALISASI MAKIN LAYU
Jan Aart Scholtc mendefinisikan secara luas tentang globalisasi dalam 5 garis besar, yakni globalisasi sebagai internasionalisasi, globalisasi sebagai liberalisasi, globalisasi sebagai universalisasi informasi, globalisasi sebagai westernisasi/modernisasi, dan globalisasi sebagai deteritorialisasi. Pada dasarnya ada 3 institusi pilar dalam globalisasi yaitu IMF, World Bank dan WTO. Ideology 3 lembagai ini dinamakan Konsesus Washington. Amerika Serikat dengan 3 “tangan globalisasinya” ingin melihat intergrasi semua ekonomi nasional dalam satu sistem pasar bebas tunggal. Pada satu tataran inilah tujuan politik Amerika diarahkan. Masyarakat dunia diperintah untuk percaya bahwa globalisasi akan menjajikan masa depan dunia yang lebih indah. Namun impian globalisasi itu semakin tidak terbukti. Sekarag kita menyaksikan bahwa globalisasi semakin layu, karena bau imperalisme ekonomi ternyata cukup menyengat dalam proses globalisasi.

Globalisasi dan Imperialisme Ekonomi
Globalisasi yang disponsori oleh AS pada dasarnya adalah sebuah pengejawantahan imperalisme ekonomi. Ada keperluan AS waktu itu untuk membentengi negara-negara yang baru lepas dari penjajahan agar tidak masuk ke jaringan komunisme. AS berusaha agar negara-negara yang baru merdeka dapat dimasukkan dalam kepentingan geopilitiknya.  Kesenjangan negara kaya dan negara miskin menciptakan sistem ekonomi yang eksplonatif, imperialisme juga cenderung menghilangkan kedaulatan negara-negara yang lemah pertahanan nasionalnya. Contoh negara yang terpaksa kedaulatan negara dalam hal kedaulatan ekonomi adalah Indonesia. Indonesia pernah didikte dan didominasi oleh IMF pasca krisis moneter.

KORPORATOKRASI
Menurut Wikipedia korporatokrasi digambarkan sebagai sistem kekuasaan yang dikontrol oleh berbagai korporasi besar, bank-bank internasional dan pemerintahan. Istilah korporatokrasi menunjukkan betapa korporasi dapat mendikte Pemerintah untuk meloloskan keinginan mereka. Korpratokrasi sebagai sistem atau mesin kekuasaan yang bertujuan untuk mengontrol ekonomi dan politik global memiliki 7 unsur sebagai berikut :
Korporasi Besar. Pada dasarnya korporasi besar ini memiliki ambisi untuk menguras kekayaan bumi dan membangun sistem kekuasaan untuk menciptakan imperium global. Banyak orang yang berpendapat Amerika Serikat adalah bentuk korporatokrasi yang nyata. Tujuan mutlak korporasi adalah mencari keuntungan maksimal dengan biaya minimal dan waktu minimal. Yang primer adalah keuntungan, yang lainnya sekunder. Dinegara berkembang korporasi meremehkan pelestarian lingkungan, nyawa manusia dan kerusakan ekologi dijustifikasikan. Perbedaan yang mencolok antara kejahatan korporasi dan kejahatan biasa. Pertama kejahatan korporasi adalah membuat undang-undang dengan mendiktekan pemerintah lewat eksekutif, legislative dan yudikatif. Kedua, kehancuran yang ditimbulkan korporasi jauh lebih dahsyat. Ketiga, kejahatan korporasi cenderung menang bila dibawa ke proses hukum. Keempat, banyak hakim dan jaksa membela korporasi dengan menghindari keadilan. Kelima, lembaga hukum seperti kepolisian, kehakiman dan kejaksaan tidak memiliki keberanian dan kemampuan untuk menjangkau kejahatan korporasi.
Pemerintah. Dalam era globalisasi ini banyak pemerintah yang tunduk dengan kepentingan korporasi ekonomi. Cara paling mudah korporasi dalam menaklukan pemerintah dengan cara memberikan biaya kampanye. Presiden yang tepilih pasti membalas budi pada korporasi yang telah menggelontorkan dana kampanye. Ada cara lain korporasi besar Amerika dalam memegang kendali pemerintah yaitu dengan langsung menduduki pos kekuasaan yang penting.
Perbankan & Lembaga Keuangan Internasional. World Bank dan IMF tebentuk lewat konferensi antara Amerika dan Eropa di akhir PD II. Kedua pilar globalisasi ini berperan sebagai instrumen untuk membela kapitalisme internasional.WB memberikan pinjaman jangka panjang pada negara berkembang, sedangkan IMF memilih negara yang perlu dibantu serta memberikan arahan/tekanan. Rata-rata pasien IMF sudah tidak mau dipecundangi oleh IMF. Rusia membuang resep IMF justru semakin maju. China tidak mau membeli artibrase ala WB atau inperialis lainnya. China mendirikan sendiri lembaga arbitrase yang bernama (CIRTAC).
Militer. Pihak militer Amerika mempeunyai keterkaitan sangat erat dengan lembaga keuangan internasional dan perusahaan minyak sehingga kepentingan militer identik dengan kepentingan mereka. Kemauan korporasi adalah meraup uang sebanyak-banayaknya, sementara elit militer melayani kepentingan korporat. Kompleks militer-industrial mengejawantah dalam hubungan yang akrab antara pihak yang mengelola perang serta perusahaan yang memproduksi senjata dan peralatan perang lainnya. Menurut Michael Klare militer semakin dimanfaatkan untuk lading minyak di luar negeri dan rute suplay untuk menghubungkan ladang-ladang tersebut. Militer Amerika hakikatnya mengabdi pada korporasi minya.
Media Massa. Pers dan media massa dapat dijadikan andalan untuk membela kepentingan publik. Namun, hal tersebut tergerus sehingga akhirnya di Amerika sendiri media massa membentuk publik opnini telah menjadi alat kepentingan korporasi. Chomsky mengingatkan bahwa pada dasarnya media massa menyuarakan kepentingan korporasi besar sehingga isi pokok media massa di Amerika sejatinya adalah propaganda untuk melindungi kepentingan korporasi.
Intelektual Pengabdian Kekuasaan. Kaum intelektual dapat dibagi kedalam 3 kelompok, yaitu pertama para intelektual yang mengabdi pada kebenaran, kedua mereka yang menentang perubahan, ketiga intelektual yang netral tidak melakukan pemihakan.menurut Edward Said kekuasaan selalu membius kaum intelektual. Di AS kelompok intelektual yang tergolong neolib tidak semata-mata menjadi intelektual bayaran tetapi diantara mereka ada yang berhasil masuk ke sel kekuasaan dan banyak mendiktekan kemauannya pada pemerintah.
Elite Nasional Bermental Inlander. Negara yang mengalami kemajuan pesat pada 20-30 tahun belakangan ini adalah negara yang mempunyai pemimpin bermental bebas, merdeka, berdaulat dan memiliki percaya diri. Mereka berhasil melakukan dekolonialisasi mental dalam kepemimpinannya. Elite Indonesia sepanjang sejarah memiliki pemimpin yang bermentalitas merdeka, mandiri, percaya diri dan dapat melindungi martabat bangsa. Tetapi tidak sedikit pemimpin atau elit bangsa dengan mudah menggadaikan harga diri, martabat dan kedaulatan bangsa. Mental inlander nampak dari cara pemerintah dari era reformasi dalam menangani hutan tropis di negara kita, Nampak pula pada kekuatan keuangan Indonesia bertekuk lutut dihadapan kekuatan ekonomi global, dan lain-lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar