Sabtu, 28 Mei 2011

GLOBALISASI MAKIN LAYU & KORPORATOKRASI


Nama             : Siti Pridasioni Hartini                     Tugas             : Resume 

GLOBALISASI MAKIN LAYU
Jan Aart Scholtc mendefinisikan secara luas tentang globalisasi dalam 5 garis besar, yakni globalisasi sebagai internasionalisasi, globalisasi sebagai liberalisasi, globalisasi sebagai universalisasi informasi, globalisasi sebagai westernisasi/modernisasi, dan globalisasi sebagai deteritorialisasi. Pada dasarnya ada 3 institusi pilar dalam globalisasi yaitu IMF, World Bank dan WTO. Ideology 3 lembagai ini dinamakan Konsesus Washington. Amerika Serikat dengan 3 “tangan globalisasinya” ingin melihat intergrasi semua ekonomi nasional dalam satu sistem pasar bebas tunggal. Pada satu tataran inilah tujuan politik Amerika diarahkan. Masyarakat dunia diperintah untuk percaya bahwa globalisasi akan menjajikan masa depan dunia yang lebih indah. Namun impian globalisasi itu semakin tidak terbukti. Sekarag kita menyaksikan bahwa globalisasi semakin layu, karena bau imperalisme ekonomi ternyata cukup menyengat dalam proses globalisasi.

Globalisasi dan Imperialisme Ekonomi
Globalisasi yang disponsori oleh AS pada dasarnya adalah sebuah pengejawantahan imperalisme ekonomi. Ada keperluan AS waktu itu untuk membentengi negara-negara yang baru lepas dari penjajahan agar tidak masuk ke jaringan komunisme. AS berusaha agar negara-negara yang baru merdeka dapat dimasukkan dalam kepentingan geopilitiknya.  Kesenjangan negara kaya dan negara miskin menciptakan sistem ekonomi yang eksplonatif, imperialisme juga cenderung menghilangkan kedaulatan negara-negara yang lemah pertahanan nasionalnya. Contoh negara yang terpaksa kedaulatan negara dalam hal kedaulatan ekonomi adalah Indonesia. Indonesia pernah didikte dan didominasi oleh IMF pasca krisis moneter.

KORPORATOKRASI
Menurut Wikipedia korporatokrasi digambarkan sebagai sistem kekuasaan yang dikontrol oleh berbagai korporasi besar, bank-bank internasional dan pemerintahan. Istilah korporatokrasi menunjukkan betapa korporasi dapat mendikte Pemerintah untuk meloloskan keinginan mereka. Korpratokrasi sebagai sistem atau mesin kekuasaan yang bertujuan untuk mengontrol ekonomi dan politik global memiliki 7 unsur sebagai berikut :
Korporasi Besar. Pada dasarnya korporasi besar ini memiliki ambisi untuk menguras kekayaan bumi dan membangun sistem kekuasaan untuk menciptakan imperium global. Banyak orang yang berpendapat Amerika Serikat adalah bentuk korporatokrasi yang nyata. Tujuan mutlak korporasi adalah mencari keuntungan maksimal dengan biaya minimal dan waktu minimal. Yang primer adalah keuntungan, yang lainnya sekunder. Dinegara berkembang korporasi meremehkan pelestarian lingkungan, nyawa manusia dan kerusakan ekologi dijustifikasikan. Perbedaan yang mencolok antara kejahatan korporasi dan kejahatan biasa. Pertama kejahatan korporasi adalah membuat undang-undang dengan mendiktekan pemerintah lewat eksekutif, legislative dan yudikatif. Kedua, kehancuran yang ditimbulkan korporasi jauh lebih dahsyat. Ketiga, kejahatan korporasi cenderung menang bila dibawa ke proses hukum. Keempat, banyak hakim dan jaksa membela korporasi dengan menghindari keadilan. Kelima, lembaga hukum seperti kepolisian, kehakiman dan kejaksaan tidak memiliki keberanian dan kemampuan untuk menjangkau kejahatan korporasi.
Pemerintah. Dalam era globalisasi ini banyak pemerintah yang tunduk dengan kepentingan korporasi ekonomi. Cara paling mudah korporasi dalam menaklukan pemerintah dengan cara memberikan biaya kampanye. Presiden yang tepilih pasti membalas budi pada korporasi yang telah menggelontorkan dana kampanye. Ada cara lain korporasi besar Amerika dalam memegang kendali pemerintah yaitu dengan langsung menduduki pos kekuasaan yang penting.
Perbankan & Lembaga Keuangan Internasional. World Bank dan IMF tebentuk lewat konferensi antara Amerika dan Eropa di akhir PD II. Kedua pilar globalisasi ini berperan sebagai instrumen untuk membela kapitalisme internasional.WB memberikan pinjaman jangka panjang pada negara berkembang, sedangkan IMF memilih negara yang perlu dibantu serta memberikan arahan/tekanan. Rata-rata pasien IMF sudah tidak mau dipecundangi oleh IMF. Rusia membuang resep IMF justru semakin maju. China tidak mau membeli artibrase ala WB atau inperialis lainnya. China mendirikan sendiri lembaga arbitrase yang bernama (CIRTAC).
Militer. Pihak militer Amerika mempeunyai keterkaitan sangat erat dengan lembaga keuangan internasional dan perusahaan minyak sehingga kepentingan militer identik dengan kepentingan mereka. Kemauan korporasi adalah meraup uang sebanyak-banayaknya, sementara elit militer melayani kepentingan korporat. Kompleks militer-industrial mengejawantah dalam hubungan yang akrab antara pihak yang mengelola perang serta perusahaan yang memproduksi senjata dan peralatan perang lainnya. Menurut Michael Klare militer semakin dimanfaatkan untuk lading minyak di luar negeri dan rute suplay untuk menghubungkan ladang-ladang tersebut. Militer Amerika hakikatnya mengabdi pada korporasi minya.
Media Massa. Pers dan media massa dapat dijadikan andalan untuk membela kepentingan publik. Namun, hal tersebut tergerus sehingga akhirnya di Amerika sendiri media massa membentuk publik opnini telah menjadi alat kepentingan korporasi. Chomsky mengingatkan bahwa pada dasarnya media massa menyuarakan kepentingan korporasi besar sehingga isi pokok media massa di Amerika sejatinya adalah propaganda untuk melindungi kepentingan korporasi.
Intelektual Pengabdian Kekuasaan. Kaum intelektual dapat dibagi kedalam 3 kelompok, yaitu pertama para intelektual yang mengabdi pada kebenaran, kedua mereka yang menentang perubahan, ketiga intelektual yang netral tidak melakukan pemihakan.menurut Edward Said kekuasaan selalu membius kaum intelektual. Di AS kelompok intelektual yang tergolong neolib tidak semata-mata menjadi intelektual bayaran tetapi diantara mereka ada yang berhasil masuk ke sel kekuasaan dan banyak mendiktekan kemauannya pada pemerintah.
Elite Nasional Bermental Inlander. Negara yang mengalami kemajuan pesat pada 20-30 tahun belakangan ini adalah negara yang mempunyai pemimpin bermental bebas, merdeka, berdaulat dan memiliki percaya diri. Mereka berhasil melakukan dekolonialisasi mental dalam kepemimpinannya. Elite Indonesia sepanjang sejarah memiliki pemimpin yang bermentalitas merdeka, mandiri, percaya diri dan dapat melindungi martabat bangsa. Tetapi tidak sedikit pemimpin atau elit bangsa dengan mudah menggadaikan harga diri, martabat dan kedaulatan bangsa. Mental inlander nampak dari cara pemerintah dari era reformasi dalam menangani hutan tropis di negara kita, Nampak pula pada kekuatan keuangan Indonesia bertekuk lutut dihadapan kekuatan ekonomi global, dan lain-lain.

Jumat, 25 Februari 2011

Tugas Kelompok Mata Kuliah Sosiologi Kurikulum : Kurikulum Mandiri "Sekolah Kami"


Abstrak
Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di Indonesia selayaknya mampu melayani setiap warga negaranya terutama di bidang pendidikan. Ketidakmampuan Pemerintah dalam penyediaan pendidikan yang murah mengakibatkan munculnya lembaga pendidikan informal sebagai alternatif tempat untuk menimba ilmu dan keterampilan. Ketidakjelasan tujuan pendidikan, kurang terarahnya kegiatan pembelajaran dan ketidaktepatan perangkat kurikulum yang ada  menjadi nilai minus bagi sistem pendidikan di Indonesia. Sekolah Kami sebagai salah satu contoh lembaga pendidikan yang bersifat informal telah menunjukkan eksistensinya bahwa pendidikan yang disediakan oleh Pemerintah merupakan sistem pendidikan yang tidak tepat. Makalah ini mencoba menggali sisi lain dari wajah pendidikan Indonesia saat ini. Wajah pendidikan yang sarat akan ketimpangan namun disisi lain melahirkan makna pendidikan yang sesungguhnya.

Latar Belakang
Penelitian ini hendak mendiskripsikan program pendidikan khusus anak-anak yang kurang mampu di Sekolah Kami Bintara Jaya, perbatasan Bekasi Barat dengan Jakarta Timur. Disini penyaji memfokuskan objek penelitian pada program pendidikan Sekolah Kami dimana merupakan salah satu contoh sekolah yang menerapkan pendidikan nonformal[1] yang menekankan pada keterampilan siswanya. Dengan adanya sekolah nonformal ini diharapkan penerapan kurikulum[2] yang berbeda di sekolah ini mampu memenuhi kebutuhan akan pendidikan masyarakat terutama masyarakat kurang mampu.
Perlu kita ketahui, saat ini pendidikan di negara kita masih berorientasikan ijazah. Padahal  dalam rangka menghadapi persaingan diera globalisasi, pendidikan itu harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sehingga pendidikan tersebut mampu menghasilkan sumber daya  manusia yang bermutu dan dapat bersaing. Oleh karena itu, pendidikan dinegara kita seharusnya beroreantasi pada “competition minded”  yakni keahlian dan keilmuan[3].
Selain itu juga, program pendidikan seperti di Sekolah Kami Bintara Jaya ini merupakan cerminan yang sepatutnya dicontoh dalam pelaksanaan pendidikan di negara kita. Hal ini karena, program pendidikannya dilaksanakan secara swadaya oleh beberapa anggota masyarakat yang menyadari minimnya pendidikan di negeri ini dan penerapan kurikulum Sekolah Kami Bitara Jaya lebih menekankan pada keterampilan siswa. Jadi dengan adanya keterampilan ini, diharapkan siswa mampu mandiri, menghidupi dirinya sehingga kesejahteraan masyarakat pun dapat diwujudkan. Sehingga, untuk sasaran akhir dari keadaan masyarakat yang seperti ini adalah pencapaian cita-cita bangsa yang ada dalam isi Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea 4 ayat 1 yang antara lain disebutkan “...memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa”[4] dapat tercapai.
Dalam rangka memudahkan pembaca untuk menelaah hasil penelitian program pendidikan Sekolah Kami Bintara Jaya ini, penyaji menuangkan hasil gagasan kedalam beberapa sub pokok bahasan pada penulisan makalah. Pertama, latar belakang yang berisi penjelasan dari tujuan penulisan makalah ini dan menjelaskan tentang apa yang menjadikan program pendidikan Sekolah Kami, Bintara Jaya ini menarik untuk dikaji. Kedua, konteks sosial historis Sekolah Kami Bintara Jaya yang mana akan dibahas tentang penyebab dibangunnya Sekolah Kami ini. Ketiga, analisis mengenai program pendidikana dan penerapan kurikulum Sekolah Kami Bintara Jaya dengan fokus kajian teoritis yang dilihat dari sudut pandang sosiologi dan politik. Keempat, Penutup yang mana berisi tentang kesimpulan dan saran atas penelitian Sekolah Kami Bintara Jaya tersebut.
Konteks Sosial Historis Sekolah Kami Bintara Jaya
Sebelum penyaji menjelaskan spesifikasi objek kajian penelitian, penyaji akan menjelaskan terlebih dahulu mengenai awal sebelum berdirinya Sekolah Kami Bintara Jaya ini. Bermula dari kehadiran  transmigran korban bencana Tsunami Aceh yang mengalami kegagalan di daerah transmigrasi. Mereka ditampung di barak Penampungan kanwil DKI Transito, Pondok Kelapa, Jakarta Timur sejak tahun 2001. Keinginan mereka untuk kembali ke daerah asal mereka ternyata mengalami hambatan karena uang penggantian kerugian tidak dapat terealisir dengan cepat. Oleh karena itu banyak dari para transmigran yang mencoba bertahan di tempat penampungan sambil menunggu uang ganti dari Pemerintah. Hal ini mengakibatkan anak-anak mereka tidak dapat melanjutkan sekolahnya.
Pemerintah sudah memberikan kesempatan kepada mereka untuk dapat sekolah dengan biaya yang minimal di sekolah negeri terdekat, tetapi tidak semua dapat memanfaatkan kesempatan yang telah diberikan karena tidak ada biaya sama sekali, jangankan untuk sekolah, untuk bertahan dipenampungan saja seluruh biaya hidup tergantung dari pemerintah dan masyarakat yang peduli kepada mereka.
Kondisi ini menggerakan Dr. Irina (pendiri),dan kawan-kawan untuk memfasilitasi pendidikan anak-anak para transmigran yang terhenti pendidikannya. Dengan keterbatasan yang ada, Dr. Irina mendirikan semacam SEKOLAH  yang bersifat tidak formal dengan menggunakan fasilitas 2 buah barak di Transito ini. Semula tenaga pengajarnya adalah para sukarelawan dengan materi yang disesuaikan dengan masing-masing tingkatan berdasarkan kurikulum Depdiknas RI[5]. Dr. Irina menjalankan kegiatan ini tidak menggunakan bentuk badan hukum karena terbentur dengan pengetahuan akan peraturan-peraturan yang malah akan menyita waktu untuk mempelajarinya.
Awalnya hanya anak-anak transmigrasi saja yang diajar, namun setelah 2 tahun berjalan anak-anak yang berada di sekitar Wisma Transito, yang mayoritas dari anak pemulung juga ikut serta dalam kegiatan belajar di sekolah Kami ini. Jumlah peserta didiknya pun kian meningkat mencapai 120 orang anak umur 5 sampai 15 tahun. Berikut suasana belajar yang ada di barak Transito.

 
 
Gambar diatas menunjukkan suasana belajar dalam salah satu ruang di wisma transito. Anak-anak ini sangat antusias membaca buku menandakan bahwa mereka memiliki semangat yang tinggi meski dalam kesulitan.

Pertengahan tahun 2004, para transmigran ini secara berangsur-angsur mulai meninggalkan barak menuju ke daerah transmigrasi baru yang disediakan pemerintah. Hal ini menyebabkan kegiatan belajar Sekolah Kami kemudian oleh petugas dari Kanwil Tenaga Kerja dan Transmigarsi DKI, diperintahkan untuk segera dihentikan. Namun karena kesadaran para pengurus dan kepedulian terhadap pendidikan anak-anak yang kurang mampu ini, Sekolah Kami pun tetap dipertahankan walau sering mengalami perpindahan lokasi.
Melalui proses permohonan izin penggunaan gedung kepada Kepala Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi DKI Jakarta dan surat permohonan kepada Kepala Sudin Pendidikan Menengah dan Tinggi Kodya Jakarta Timur, pada tanggal 1 Maret 2005 kegiatan belajar mengajar dimulai di gedung PKMB itu. Hal ini menyebabkan status program-program pendidikan Sekolah Kami diintegrasikan dengan program PKBM/ Pendidikan Luar Sekolah. Namun untuk penyelenggaran kegiatan pendidikan dan pembiayaan Sekolah Kami ini madiri.
Beberapa selang waktu kemudian, Sekolah Kami berhasil menyewa sebidang tanah milik disekitar lapak-lapak pemulung didaerah Bintara Jaya, Bekasi Barat diperbatasan dengan wilayah Jakarta Timur. Dengan demikian maka proses belajar mengajar dapat segera dilanjutkan tanpa memberikan kesempatan anak-anak kembali ke jalan lagi yang tentunya hanya akan menambah permasalahan. Dan untuk struktur kepengurusan  Sekolah Kami Bintara Jaya yang masih tetap bertahan sampai sekarang adalah sebagai berikut.


 Analisis mengenai Program Pendidikanan dan Penerapan Kurikulum Sekolah Kami Bintara Jaya
Pelayanan pendidikan di Indonesia saat ini masih sangat memprihatinkan, ini dapat dilihat dari kurang meratanya penyelenggaraan pendidikan di segala aspek kehidupan dan seluruh lapisan masyarakat. Dalam Undang-undang Dasar 1945 Bab XII tentang pendidikan dan kebudayaan pasal 31 ayat 1 dijelaskan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan[1]. Namun, pada kenyataannya pelayanan pendidikan khusus anak-anak yang kurang mampu dirasakan masih sangat minim. Padahal, anak-anak yang kurang mampu tersebut merupakan aset negara yang sangat berharga sebagai generasi penerus bangsa dimana potensi dirinya harus dikembangkan untuk menghadapi tantangan persaingan global. Dengan kenyataan tersebutlah, sepertinya menjadi salah satu alasan pendirian sekolah yang bersifat nonformal seperti Sekolah Kami Bintara Jaya ini. Sehingga, untuk mengetahui program pendidikan dan penerapan kurikulum yang ada di Sekolah Kami Bintara Jaya, maka akan dianalisis lebih lanjut sesuai dengan sudut pandang aspeknya.

Kemunculan Sekolah Kami Ditinjau dari Aspek Sosiologis
Dalam penerapan program pembelajaran, materi dan pengajaran yang diberikan di Sekolah  Kami Bintara Jaya disesuaikan dengan kemampuan peserta didik dan kemampuan pengajarnya dimana peserta didik diajarkan untuk memahami materi pelajaran berdasarkan logika dan pemahaman bacaan. Sehingga mata pelajarannya dibatasi hanya kepada pelajaran Berhitung, Bahasa Indonesia, Ilmu Pengetahuan Umum, Budi Pekerti dan Agama Islam. Namun yang paling diutamakan dalam penerapan program pendidikan di sekolah Kami Bintara Jaya adalah pendidikan keterampilan yang disesuaikan dengan usia dan kemampuan mereka. Jadi program pendidikan di Sekolah Kami Bintara Jaya ini diarahkan untuk membangun dan mengembangkan karakter serta potensi[2] yang dimiliki oleh peserta didik. Hal ini sesuai dengan fungsi manifes institusi pendidikan menurut Harton dan Hunt yang tercantum dalam kurikulum sekolah yang terselubung (hidden curriculum) yang tidak disadari tetapi meskipun demikian berfungsi pula untuk menanamkan pengetahunan, keterampilan atau nilai tertentu[3].

Aspek Ekonomi
Aspek ekonomi memiliki keterkaitan dengan pendidikan secara makro dalam tercapainya tujuan pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Hal ini karena, untuk meningkatkan kualitas ekonomi di era globalisasi seperti sekarang, pendidikan ikut andil dalam penyelenggaraannya guna mencetak sumber daya manusia yang terampil dan bermutu. Oleh karena itu dalam rangka menjawab tantangan persaingan global, selain menanamkan aspek spiritual dan ilmu-ilmu murni lain, peserta didik juga harus dibekali dengan beberapa keterampilan. Namun pada penerapannya, pendidikan di Indonesia masih mengalami ketertinggalan karena pendidikan kita saat ini masih beroreantasikan pada ijazah bukan pada skill dan keilmuan.
Dalam kasus  ini, Sekolah Kami Bintara Jaya merupakan salah satu contoh sekolah nonformal yang menerapkan kurikulum dengan penerapan pendidikan berupa penekanan pada keterampilan untuk para peserta didiknya. Hal tersebut sangat berguna bagi para peserta didik yang rata-rata berasal dari para pemulung dan dhua’afa demi neningkatkan kesejahteraan mereka. Program pendidikan yang seperti ini merupakan cerminan dari penerapan teori human capital dimana pendidikan non formal merupakan salah satu bentuk aplikasi dari pengembangan potensi peserta didik  guna memperluas alternatif untuk memilih profesi atau pekerjaan yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan[4]. Sehingga adapun manfaat dari penerapan program pendidikan di Sekolah Kami Bintara Jaya dengan mengunakan kurikulum yang lebih menekankan pada keterampilan siswa sangat dirasakan oleh para masyarakat yang kurang mampu seperti contoh, kakak beradik Togar dan Toni Berikut penuturan dari Togar.

Gara-gara masuk Sekolah Kami ini, saya bisa jahit baju dan tas. Kayak nya saya bisa itu udah satu, dua tahunan. Gara-gara itu juga sekarang saya bisa bantu orang tua, dan gak lagi mulung”[5].


Kemunculan Sekolah Kami Ditinjau dari Aspek Politik
Pada dasarnya manusia sebagai makhluk sosial memiliki hakikat politis yaitu pelaku kehidupan masyarakat dan bernegara yang memiliki hak dan kewajiban sebagai warga negara. Jika di analisis dengan kacamata politik maka Dr. Irina sebagai pendiri Sekolah Kami telah mencerminkan apa yang disebut sebagai manusia politik. Ia menyadari bahwa dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang menginginkan sistem pendidikan yang terjangkau bagi masyarakat miskin. Pendidikan saat ini menurutnya memihak dan berorientasi kepada materi saja. Orang yang memiliki banyak uang dapat memiliki kualitas pendidikan yang bermutu sedangkan orang yang miskin akan jauh dari kualitas pendidikan yang bermutu. Hal ini lah yang ditentang oleh Dr. Irina bahwa pendidikan yang bermutu tidak hanya dimiliki oleh kaum yang bermateri melimpah akan tetapi kualitas pendidikan bermutu dapat di nikmati oleh kaum yang berada di level bawah.

Menurut Magnis-Suseno, dimensi politis manusia ialah dimensi di mana manusia menyadari diri sebagai anggota masyarakat sebagai keseluruhan yang menentukkan kerangka kehidupannya dan yang ditentukan kembali oleh tindakannya. Tentu saja hal ini akan mempengaruhi sesorang dalam menempatkan diri dalam suatu masyarakat dan rasa tanggung jawabnya atas kelangsungan hidup masyarakatnya[6]. Kesadaran akan perannya sebagai warga negara Dr. Irina wujudkan melalui lembaga pendidikan. Menurutnya pendidikan merupakan akar terpenting dalam membangun karakter bangsa.
Sekolah Kami sebagai penyedia lembaga pendidikan yang bersifat nonformal memiliki aspek politis yang laten. Sekolah Kami yang memiliki kurikulum mandiri terikat oleh ketentuan pemerintah. Sehingga proses pendidikan yang berlangsung di Sekolah Kami terikat dengan struktur yang telah ditentukan Depdiknas sebagai pemegang tertinggi pendidikan yang ada di Indonesia. Dalam hal ini muncul suatu dualitas, dimana agen (guru, siswa) dan struktur (kurikulum) saling mempengaruhi dan bersifat mengikat. Sehingga alumni Sekolah Kami yang memiliki kurikulum mandiri bergabung dengan PKBM, mengingat bahwa setiap siswa yang ingin melanjutan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi diharuskan mengikuti program kejar paket.


Kesimpulan

Pada umunya orientasi pendidikan di Indonesia mengacu kepada standar proses pendidikan yang di tentukan oleh Pemerintah. Hal ini telah menjadi kebiasaan padahal standar proses pendidikan yang pemerintah buat kadang tidak sesuai dengan karakter setiap peserta didik. Factor inilah yang melatarbelakangi Sekolah kami untuk menyusun kurikulumnya sendiri. Kurikulum yang dibuat pemerintah lebih mengacu kepada hasil yakni ijazah yang cenderung mengabaikan keahlian. Bertolak belakang dengan ketentuan pemerintah, kurikulum sekolah kami justru lebih menekankan kepada proses dan penanaman nilai, norma dan keahlian (skill) yang sesuai dengan minat dan bakat peserta didik. Munculnya kurikulum mandiri di Sekolah Kami merupakan suatu perwujudan dari penentangan yang dilakukan Sekolah Kami. Karena kurikulum yang digunakan dikebanyakan sekolah formal dinilai lebih menitik beratkan kepada akademik saja, sedangkan di Sekolah Kami ini kurikulumnya lebih menitik beratkan kepada keterampilan. 

 
Daftar Pustaka

Sumber Buku:

Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pelita Harapan. 2004. Seminar Pendidikan Nasional “Visi Pendidikan Indonesia: Menuju Indonesia Baru Melalui Pendidikan”.  Jakarta: Universitas Pelita Harapan Perss.

Fattah, Nanang. 2004. Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Martini, Sri dkk. 2009. Pengantar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta: Mahkamah Konstitusi Lembaga Negara Pengawal Konstitusi.

Sanjaya, Wina.  2006.  Startegi Pembelajaran Beroreantasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Pranada Media Group.

Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi (Edisi Revisi). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Suseno, Franz Magnis.  1987. Etika Politik.  Jakarta : Gramedia

Sumber Lainnya:
http://www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf
http://www.sekolahkami.web.id/index


[1] Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan  Nasional  Bagian Kelima tentang Pendidikan Nonformal Pasal 26 Ayat 1 menjelaskan bahwa  Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Dan Ayat 2 menjelaskan bahwa Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Diambil dari http://www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf  (diakses tanggal 1 Januari 2011).  Hal. 8-9.
[2] Ibid., hal. 2. Untuk lebih jelasnya pengertian kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
[3] Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pelita Harapan, 2004, Seminar Pendidikan Nasional “Visi Pendidikan Indonesia: Menuju Indonesia Baru Melalui Pendidikan”, Jakarta: Universitas Pelita Harapan Perss. hal. 13.
[4] Dra. Sri Martini, M.Pd, dkk, 2009, Pengantar Ilmu Pendidikan, Jakarta: Universitas Negeri Jakarta. hal.1.
[5] Hal ini terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan  Nasional  Bab X Pasal 36 Ayat 2  yang berbunyi :Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Dan Ayat 3 yang berbunyi: Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Diambil dari http://www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf  (diakses tanggal 1 Januari 2011).  Hal. 13
[6] Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2009, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Jakarta: Mahkamah Konstitusi Lembaga Negara Pengawal Konstitusi. Hal. 55.
[7] Dr.Wina Sanjaya, M. Pd, 2006, Startegi Pembelajaran Beroreantasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana Pranada Media Group. Hal. 2.
[8]Kamanto Sunarto , 2004, Pengantar Sosiologi (Edisi Revisi), Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Hal. 66. Menurut Horton dan Hunt fungsi manifes instritusi pendidikan ialah, antara lain, mempersiapkan anggota masyarakat untuk mencari nafkah, mengembangkan bakat perseorangan demi kemuasan pribadi maupun bagi kepentingan masyarakat, melestarikan kebudayaan, menanamkan keterampilan yang perlu bagi partisipasi dalam demokrasi dan sebagainya.
[9] Dr. Nanang Fattah, 2004, Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Hal. 16. Pada dasarnya teori human kapital, yaitu suatu aliran..yang menganggap  bahwa manusia merupakan suatu bentuk kapital sebagai mana bentuk kapital lainnya seperti mesin, teknologi, tanah, uang, material yang menentukan pertumbuhan produktivitas melalui infestasi dirinya sendiri.
[10] Diwawancarai pada tanggal 29 Desember 2010.
[11] Franz Magnis-Suseno, 1987, Etika Politik, Jakarta : Gramedia, hal. 20